Sabtu, 15 Juni 2013

DUA MAHASISWA KESURUPAN


DUA  MAHASISWA KESURUPAN
PINANG, METRO: dua mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji kesurupan.kejadian menghebohkan di fakultas tersebut berlangsung Kamis(4/4) sekitar pukul 10.30 WIB. Pada jam tersebut, Susana kampus yang terletak di Jalan Politeknik Senggarang itu cukup ramai. Saat itu sedang jam istirahat.
Suzan dan eka prisna, mahasiswa semester II kelas E2, saat itu keduanya bersantai di local, menunggu mata kuliah Agama yang dijadwal berlangsung puukul 10.40 WIB. Tiba-tiba keanehan terjadi. Swuzan yang ketika itu mendengarkan music dari earphone miliknya tiba-tiba menangis, berteriak histeriak dan kesurupan. Eka prisna, yang ikut membantu membawa suzan juga kerasukan.
Menurut zulfahri,staf administrasi di FKIP, kerasukan kedua mahasiswi ini disebabkan jimat yang dikenakan di sabuk suzan.

SEJARAH DAERAH YANG PERLU DI LINDUNGI


Tanjungpinang, situs cagar alam dan budaya makam DAENG CELAK di kunjungi oleh ramai para masyarakat , mahasiswa, dan para zuriat raja--raja kerajaan melayu (25/3). Tepat pada pukul 10.00 wib tadi makam bersejarah ini ramai di kunjungi. Hal ini di karenakan zuriat raja-raja dan para tokoh melayu resah dan ingin segera menuntut agar penambangan bauksit yg kebanyakan ilegal harus segera ditutup.
“kami merasa bimbang dengan adanya pertambangan-pertambangan bauksit ini sehingga situs sejarah ini akan musnah.” Ujar Bpk. Raja Mansur yaitu salah satu dari para zuriat raja-raja.
Hingga saat ini pertambangan bauksit yang terjadi di sekitar tempat sejarah ini di harapkan dapat dihentikan karena akan merusak situs sejarah yang sudah menjadi identitas masyarakat kepulauan riau.
Para zuriat raja-raja dan tokoh melayu sebenarnya sudah pernah melaporkan hal ini pada tahun 2011 yang lalu, namun sepertinya tidak ada upaya perhatian dari para pemerintah kota tanjungpinang untuk mempertahankan hak bagi situs sejarah tersebut. Hingga saat ini para penambang bauksit sudah merajalela menambang di sekitar makam bersejarah itu.
“Seperti yang di ketahui DAENG CELAK adalah ayahanda dari RAJA HAJI, yang di pertuan muda IV kerajaan riau.” Ucap salah satu tokoh melayu dan Dekan FKIP UMRAH Abdul Malik. Sebagai salah sorang yang telah mendirikan kerajaan melayu sehingga seperti saat ini, seharusnya kita sebagai masyarakat melayu saat ini hendaklah dapat menjaga dan melestarikan cagar alam dan budaya tersebut. Sehingga identitas dan sejarah daerah tidak hilang begitu saja.
Kegiatan berkunjung dan berkumpul di makam para pahlawan melayu ini sebenarnya ingin mengajak masyarakat agar dapat menjaga peninggalan sejarah dan memberikan informasi bagi para mahasiswa dan masyarakat tentang arti nilai peninggalan sejarah di Kepulauan Riau.

Pulau Penyengat, Kota Wisata Bersejarah


Pulau Penyengat, Kota Wisata Bersejarah


           Tepat di gerbang Pulau Bintan, sekitar 10 menit penyeberangan dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang, terhampar sebuah pulau yang menyimpan sejuta khazanah kebesaran sejarah Melayu. Namanya Pulau Penyengat. Sebuah hamparan daratan eksotis yang menyimpan aneka situs dan taman perhelatan bagi penulis Melayu di era kejayaan Kerajaan Riau Lingga.

            Dari kejauhan, pulau seluas sekitar 240 hektar ini memancarkan kemegahan Masjid Raya Penyengat, yang dibangun tahun 1832 Masehi (1 Syawal 1248 Hijriah). Masjid Raya berarsitektur rancangan konstruksi Turki dan Eropa ini tetap terjaga keasriannya meski dipugar beberapa kali. Masjid bersejarah ini tetap berdiri kokoh dan menjadi situs kebanggaan masyarakat Kepulauan Riau kendati beton-betonnya hanya direkat dengan bahan kuning telur.

            Menelisik lebih jauh catatan bersejarah Pulau Penyengat, sekitar abad ke-19 para Pujangga Melayu Riau Lingga telah menjadikan pulau ini sebagai taman perhelatan untuk melahirkan karya-karya besar. Pada era itu, ketika Kepulauan Nusantara belum mengenal kegiatan baca-tulis, di pulau ini telah berdiri percetakan yang menerbitkan ratusan buku ilmiah dan keagamaan.

           
            Salah seorang penulis besar yang lahir dan berkarya di pulau ini adalah Raja Ali Haji (1809-1873 M). Karya Raja Ali Haji tentang Silsilah Melayu dan Bugis serta Tuhfat al-Nafis telah melambungkan namanya menjadi sejarawan penting bangsa Melayu.


            Para Pujangga Riau Lingga seolah menemukan arwana untuk melahirkan karya-karya gemilang di zamannya. Karya-karya besar itu sungguh variatif, tidak hanya mewakili karya sastra di bidang kebahasaan, namun juga memiliki muatan religius, filsafat, kenegaraan hingga ke soal seksualitas. Karya-karya besar itu, antara lain Syair Siti Shianah, Syair Awai dan Gurindam Dua Belas.

            Karya-karya emas ini tidak hanya lahir dari tangan dingin kaum bangsawan, tapi juga dari seorang perempuan jelata bernama Khatijah Terung. Melalui karyanya berjudul Kumpulan Gunawan, Khatijah menceritakan tentang hubungan seksual suami isteri. Seorang nelayan bernama Encik Abdullah pada 1902 juga menulis tentang Buku Perkawinan Penduduk Penyengat.

Simbol Intelektualitas
           
            Melalui Kitab Bustan Al-Katibin dan Kitab Pengetahuan Bahasa, Raja Ali Haji dinobatkan sebagai bahasawan yang pertama kali menjelaskan secara ilmiah tata bahasa Melayu. Ini menjadi dasar penempatan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar (lingua franca) di Nusantara.

            Raja Ali Haji juga seorang filosof dan ulama besar. Hal ini tersurat dalam karyanya yang menempatkan substansi ke-Islaman sebagai rujukan. Atas jasa-jasanya yang besar bagi Melayu dan bangsa Indonesia, Raja Ali Haji dicatat sebagai pahlawan nasional.

            Pulau Penyengat di masa lalui dapat dikatakan sebagai simbol intelektualitas. Berbagai buah pikiran konstruktif yang dimaktubkan secara mutidimensi terlahir dari pulau yang kini tampak lusuh. Pesatnya penerbitan karya sastra pada abad ke-19 didorong oleh adanya lembaga percetakan bernama Matba'atul Riauwiyah yang beroperasi sejak 1890. Pada masa itu, kesadaran intelektual para penghuni Penyengat telah terorganisasi melalui perkumpulan bernama Rusyidah Club.

            Pulau Penyengat pada abad ke-19 juga dikenal sebagai basis perlawanan terhadap kolonial. Pulau ini dijadikan kubu penting selama berkecamuknya perang antara Kerajaan Riau dan Belanda (1782-1794 M). Dari sini kemudian dikenal nama Raja Haji Fisabilillah sebagai Marhum Teluk Ketapang. Ia adalah salah seorang putra Kerajaan Riau Lingga yang dinobatkan menjadi pahlawan nasional dan meraih gelar Bintang Mahaputera Adipradana.

            Sayangnya, waktu tidak berpihak pada kegemilangan itu. Sejarah kemasyuran Pulau Penyengat hanya terdengar lamat-lamat. Jika kita berkunjung ke pulau ini, simbol kejayaan masa lalu hanya dapat diwakili oleh beberapa potret buram. Bekas percetakan Mathba'atul Riauwiyah dan Gedung Rasyidah tinggal puing yang ditumbuhi semak belukar. Namun 250 karya sastra putera-puteri Pulau Penyengat yang berumur ratusan tahun masih tersimpan rapi di Balai Maklumat Pulau Penyengat.

Perjuangan Seorang Pemimpin (SYEIKH MUSTHAFA BIN HUSEIN BIN UMAR NASUTION AL-MANDAILY)


PERJUANGAN SEORANG PEMIMPIN

(SYEIKH MUSTHAFA BIN HUSEIN BIN UMAR NASUTION AL-MANDAILY)

Oleh Ardiansah


            Syaikh Musthafa Husein Nasution atau Muhammad Yatim adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan Husein dan Halimah. Beliau lahir di Desa Tano Bato pada tahun 1303/1886. Sebelum beliau mengembara ke Makkah dalam rangka menuntut ilmu agama, beliau dibimbing oleh Syekh Abdul Hamid Hutapungkut Julu selama kurang lebih tiga tahunan. Atas bimbingan Syaikh Abdul Hamid inilah muncul semangat pada diri Muhammad Yatim (Syekh Musthofa) untuk memperdalam ilmu agamanya di Makkah.

            Setelah lima tahun di Makkah beliau sempat berkeinginan untuk berpindah belajar di mesir, tetapi keinginan itu beliau gagalkan karena banyaknya orang-orang yang menasehatinya agar tetap dan istiqomah belajar di Makkah. Beliau-pun akhirnya mantap dan berkonsentrasi untuk terus belajar di Masjidil Harom di dalam bimbingan ulama-ulama terkemuka. Diantaranya adalah, Syekh Abdul Qodir al-Mandily, Syekh Ahmad Sumbawa, Syekh Sholeh Bafadlil, Syekh Ali Maliki, Syekh Umar Bajuned, Syekh Ahmad Khothib Sambas dan Syekh Abdur Rahman.

            Setelah kembali ke Tanah Air, beliau getol memperjuangkan Islam ‘alaa Ahlissunnah wal Jama’ah dengan berda’wah kepada masyarakat dan mendirikan Pondok Pesantren sebagai tempat belajar anak-anak bangsa yang akhirnya pondok pesantren tersebut di kenal dengan Pondok Pesantren Musthofawiyah atau lebih dikenal dengan Pesantren Purba yang mempunyai hampir 10 ribu santri dari berbagai suku dan propinsi di Indonesia bahkan dari negara tetangga Malaysia.

            Syekh Musthafa Husein Nasution ini sangat gigih dalam mengembangkan fiqh ‘alaa madzhab Imam Syafi’i. Hal ini dapat di lihat dari Pesantren yang beliau pimpin sampai saat sekarang ini yang masih mempertahankan tradisi-tradisi pesantren yang sudah sejak awal telah dirintis dan ditekankan oleh beliau. Mulai dari paham keagamaan, kitab-kitab yang dipelajari, hingga dengan cara berpakaian dan tempat tinggal santri. Dalam ilmu fiqh, kitab-kitab yang dipelajari seperti Matan Ghayah Wa Taqrib, Hasyiijah Bajuri, Hasyiyah asy-Syarqawi dan lain-lain. Dalam bidang aqidah, kitab-kitab yang dipelajari seperti Kifayatul Awam, Hushnul Hamidiyyah, Hasyiyah Dusuki Ala Ummil-Barahin dan lain-lain. Saduran bebas dari Risalah NU.

Jumat, 14 Juni 2013

PENATAAN ULANG PEDAGNG TEPI LAUT KOTA TANJUNGPINANG



PENATAAN ULANG PEDAGNG TEPI LAUT KOTA TANJUNGPINANG
Penataan pedagang kaki lima sudah dilakukan Satpol PP Kota Tanjungpinang sejak Selasa malam (19/13) kemarin. Pemko Tanjungpinang  mencoba  menerapkan pengurangan kursi yang begitu banyak dan berjejer disepanjang pinggiran tepi laut yang membuat pandangan pengunjung tidak nyaman dan mengkosongkan pedagang yang berjualan di depan Mariner dan Gedung Daerah.
Pada awalnya pedagang kaki lima hanya berjumlah 86 pedagang, teryata setelah di data ulang oleh satpol PP berjumlah 119 pedagang. Kemungkinann besar setelah di lakukan kebijaksanaan penertipan pedagang kaki lima akan kembali lagi berjumlah 86 pedagang.
 Akan tetapi pedagang merasa keberatan atas kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah, karena pemerintah akan merencanakan pengurangan kursi pedagang menjadi 5 meja per grobak.
salah satu pedagang yang sudah  8 tahum berjualan di wilayah tepi laut yang sekaligus sebagai ketua Himpunan Pedagang Kaki lima Tepi Laut (HPK5TL) .
” merasa keberatan atas penetapan 5 meja per gerobak., karena sekarang saja yang bisa memakai kursi lebih dari 5 pendapatannya sangat sedikit, kadang hanya dapat 150ribu satu malam,sedangkan kami berjualan mulai pukul 15 sampai 02  pagi. apalagi dijadikan lima meja per gerobak, mau dikemanakan lagi nasib pedagang yang seluruhnya berjumlah 119 orang itu,”ujarnya. . Sedangkan penghasilan mereka cuma dari situ saja, tidah ada penghasilan dari yang lain. Mereka berharap pemerintah kota mempertimbangkan kembali keputusan yang akan diterapkan di tempat usaha  mereka ini yang hanya membolehkan 5 meja per gerobak.

Perumahan PNS Bakal Dibangun di Dompak



Perumahan PNS Bakal Dibangun di Dompak
Rabu (13/4) Pemprov Kepri bersama Kementrian Perumahan Rakyat melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU), yang juga dilakukan oleh seluruh kepala daerah di seluruh kabupaten/kota di Kepri.
Menurut Gubernur Kepri HM Sani, MoU tersebut berkaitan dengan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan rencana pembangunan perumahan PNS dan pembanguna rumah-rumah suku terbelakang, diantaranya suku Duane di Kundur dan di Kabupaten Lingga.
Dalam kurun waktu kepemimpinannya, jelas Sani, hingga 2012 RTLH yang telah di rehabilitasi sejumlah sekitar 20.000 atau 50.000 rumah dalam setahun. Dari data BPS, lanjutnya, masih ada sekitar 15.000 lagi RTLH di Kepri yang butuh di rehabilitasi. “Sisa 15.000 ini mudah-mudahan bias diselesaikan Kemenpera,” jelas Sani. Untuk perumahan PNS di lingkup Pemprov Kepri, kemungkinan dibangun di Dompak karena berdekatan dengan pusat pemerintahan provinsi.

Pemadaman Bergilir Berlanjut Sampai 4 April



Pemadaman Bergilir Berlanjut Sampai 4 April
Ditemui Asisten Menejer Admintrasi dan Humas PT PLN cabang Kepri yang mengatakan, pemadaman listrik masih akan berlanjut hingga awal April, ungkap Nasri (29/04). “Jadwal pemadaman diperkirakan masih berjalan hingga 4 April nanti, dengan system pemadaman secara bergilir selama dua jam mati,” jelas Nasri lagi.
Menurutnya, pemadaman beregilir ini terpaksa dilakukan PLN mengingat belum kelarnya perawatan (major overhaul) terhadap 3 mesin pembangkit masing-masing di PLTD Suka Berenang, PLTD Air Raja dan PLTU Galang Batang yang dilaksanakan pada jam-jam tertentu pada setiap harinya.
Untuk diketahui semua, di setiap PLTU terdapat 2 mesin (masing-masing berukuran 2x15). Dengan perawatan itu, Nasri menjelaskan akan berdampak tidak maksimal daya yang dihasilkan, sedangkan dalam kondisi normal (semua mesin pembangkit berfungsi), daya yang dihasilkan di tiga pembangkit tersebut mencapai 59-52 mega watt. Namun dengan perawatan yang dilakukan sekarang, daya yang dihasilkan tidak maksimal. Dibutuhkan setidaknya 2 minggu untuk mesin dapat kembali normal.  Dengan kondisi ini, Nasri menyampaikan permohonan maafnya kepada semua masyarakat di Tanjungpinang. Ia berharap masyarakat dapat memahami hal ini.